RF

Mengapa Kandidat Presiden Indonesia Anies Baswedan Kemungkinan Besar Menjadi Berita Buruk bagi Tiongkok

8 Okt 2023  |  8495x | Ditulis oleh : Admin
Mengapa Kandidat Presiden Indonesia Anies Baswedan Kemungkinan Besar Menjadi Berita Buruk bagi Tiongkok

Oleh Dr. Muhammad Zulfikar Rakhmat dan Yeta Purnama

Anies Baswedan memiliki koneksi yang kuat dengan Barat dan agenda pro-pembangunan. Keberhasilannya dalam pemilu kemungkinan akan mengurangi hubungan politik Beijing dengan negara mayoritas Muslim terbesar di dunia.

Pada 24 Maret 2023, tiga partai besar Indonesia secara resmi mencalonkan Anies Baswedan, yang merupakan mantan gubernur Jakarta, sebagai calon presiden Indonesia pada Pemilu yang akan dilaksanakan pada Februari 2024. Ketiga partai tersebut antara lain NasDem (Nasional Demokrat), Partai Keadilan Sejahtera, dan Demokrat yang bersama-sama disebut Koalisi Perubahan.

Satu hal yang paling disorot sejak pencalonan Anies adalah arah kiblat politik yang harus dipatuhinya jika menang pemilu. “Kiblat” ini sering dikaitkan dengan dua kekuatan besar yang berpengaruh di Indonesia, yakni Tiongkok dan Amerika Serikat.

Perjalanan Anies hingga saat ini didasarkan pada pembangunan kemitraan dengan negara-negara barat, yang dianggap memiliki potensi pasar yang lebih besar dibandingkan dengan Tiongkok – meskipun Tiongkok jelas-jelas mendukung pemerintahan saat ini. Contohnya adalah kunjungan Anies pada tahun 2022 ke empat negara Eropa, termasuk Inggris, Jerman, Prancis, dan Luksemburg.

Dalam kunjungan bersama ke Inggris, delegasi membahas kerja sama elektrifikasi armada bus Transjakarta dengan Bloomberg New Energy Finance. Program ini ditempuh untuk mendorong target pencapaian Jakarta bebas emisi pada tahun 2050. Selain itu, Anies juga menawarkan kemitraan pengembangan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, sistem kereta bawah tanah baru yang menghubungkan pinggiran kota dan pusat kepada delapan perusahaan Inggris ( Crossrail Internasional, Grup XRail, Arup, Colas Rail, BDP, Alstom, Mott MacDonald).

Kunjungan-kunjungan lain ke ibu kota Eropa juga membuahkan hasil. Di Jerman,  Anies saat itu bertemu dengan Walikota Berlin untuk membahas Jakarta Future City Hub dan prospek pembukaan kolaborasi pengembangan kota pintar. Konsep kota pintar bertujuan untuk mengembangkan Jakarta dengan teknologi digital untuk mengoptimalkan fungsi kota, serta mengurangi biaya dan konsumsi guna memperoleh manfaat yang efektif dan berkelanjutan bagi warganya.

Dalam pertemuan dengan rekan-rekan Perancis , ia berhasil mengamankan kemitraan pembangunan MRT Jakarta fase 3 dan 4, dengan dua perusahaan Perancis, Alstom dan Thales. Kolaborasi ini mencakup proyek lebih lanjut dengan solusi sistem kereta Alstom yang mencakup sarana perkeretaapian, sinyal, infrastruktur, dan skema pengadaan MRT Jakarta; dan Thales, mengenai solusi teknologi untuk integrasi sistem tiket. Perhentian terakhir perjalanan Eropa ini adalah Luksemburg untuk membahas kerja sama infrastruktur dengan Bank Investasi Eropa.

Di acara-acara lain, Anies juga aktif berkomunikasi dengan rekan-rekan Amerika dan pejabat pemerintahan Biden. Di sela-sela penyelenggaraan G20 di Bali pada pertengahan November 2022, Anies diundang ke Bloomberg CEO Forum untuk berbagi pengalaman selama menjabat sebagai Gubernur Ibu Kota. Ia juga terlihat berdiskusi tentang politik Indonesia bersama Sung Yong Kim , Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, saat makan siang bersama di Nusa Dua, Bali. Di antara banyak kontaknya di Australia, Anies juga pernah bertemu dengan Malcolm Turnbull , mantan perdana menteri Australia. Keduanya membahas energi dan perubahan iklim global.

Sebagai perbandingan, Anies jarang bertemu dengan orang Tiongkok, terakhir pada tahun 2019 dengan Duta Besar untuk Indonesia, Xiao Qian. Demi meningkatkan kemitraan Jakarta, pertemuan tersebut membahas pandangan keduanya mengenai potensi kolaborasi kota kembar, dengan kemitraan di sektor pariwisata, serta koperasi perencanaan kota, kebudayaan, industri dan perdagangan.

Setidaknya ada tiga alasan mengapa Tiongkok tidak mungkin memainkan peran sentral dalam agenda politik Anies Baswedan jika ia memenangkan pemilu presiden tahun depan. Pertama, jika dilihat dari kunjungan dan kedekatannya, Anies terlihat lebih dekat dengan dunia barat dan Amerika Serikat.

Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah latar belakang pendidikan Anies. Ia kuliah di University of Maryland untuk mendapatkan gelar master dan kemudian Northern Illinois University untuk mendapatkan gelar doktor – melalui beasiswa US Fulbright Program.

Alasan kedua lebih bersifat politis. Politisi Indonesia yang memiliki hubungan dekat dengan para pemimpin Partai Komunis Tiongkok umumnya menderita kekalahan dalam pemilu. Alasan ketiga, Anies tak ingin disamakan dengan kepemimpinan era Jokowi yang dinilai condong ke China. Ia ingin mengubah cara pandang masyarakat Indonesia terhadap pemerintah yang selama ini dikritik masyarakat karena terlalu pro-China.

Jika Anies Baswedan meraih kemenangan pada pemilu 2024, Indonesia kemungkinan akan mengakhiri narasi pro-Tiongkok yang menjadi ciri urusan luar negeri pemerintah saat ini. Agenda kebijakan luar negeri, yang mungkin akan sangat berbeda dari pemerintahan sebelumnya, akan mendiversifikasi mitra Indonesia, sekaligus mencari peluang untuk membangun kerja sama yang lebih besar dengan mitra Barat.

Berita Terkait
Baca Juga: